Rabu, 19 Januari 2011

Aliran Sesat, Kenali, Jauhi, dan Perangi

Dalam setiap rakaat sholat, kita diwajibkan membaca Surah al Fatihah, dimana diantara ayatnya ada do’a yang selalu kita panjatkan untuk dijauhkan dari kesesatan. :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (٦)صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (٧)
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Gerakan memerangi aliran sesat atau menyimpang dalam tubuh ummat ini, nampaknya dewasa ini makin marak kita saksikan. Baik yang dilakukan individu muslim dari kalangan awwam hingga ‘ulama, secara teroganisir atau sendiri- sendiri, baik secara lunak dengan ucapan, tulisan, dan teguran. Sampai aksi – aksi mengerahkan massa dengan demonstrasi, penyerangan dan penghancuran markas – markas aliran sesat.
Maka sebagai sesuatu yang wajar jika ummat Islam selalu berhati-hati dan selalu siap mengawal dalam masalah meluruskan aqidah dan amal ibadah ummat, agar terhindar dari jalan yang sesat. Kalangan ulama pun sangat gencar dalam memerangi aliran – aliran sesat yang terus bermetamorfosis dalam banyak wajah. Memang sudah sepatutnya ada sekelompok jamaah dalam Ummat Islam ini yang selalu menyeru kepada al ma’ruf dan mencegah dari al munkar. Mereka inilah yang digelari Allah sebagai ummat terbaik.
dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran 104)
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran 110)
Kenali kesesatan itu, jauhilah, lalu boleh engkau perangi
Memerangi kesesatan atau kemungkaran adalah bagian dari perintah Allah, namun dalam pelaksanaannya tiap pribadi muslim wajib mengenali kesesatan itu. Maka kenalilah dahulu kesesatan yang mungkin masih ada dalam hati dan amal kita barulah kita bergerak keluar. Mungkinkah Allah meridhoi perjuangan seseorang dalam memerangi kesesatan sedangkan dirinya sendiri penganut, pelaku dan penyebar kesesatan dalam bentuk yang lain lagi. Si sesat memerangi golongan sesat, ibarat maling memerangi koruptor, maka ujungnya dapat diterka berupa saling tunjuk, tawuran hingga dapat terjadi kerusuhan massal. Bagaimana mungkin memadamkan api dengan api pula.
Golongan yang berhak mengajak kepada al khoir, menyeru kepada yang mak’ruf mencegah dari kemungkaran- termasuk memerangi kesesatan, adalah “khoiru ummah”. Yaitu ummat terbaik dari ummat Islam ini yang memang pada umumnya baik. Mereka bukan sembarang kelompok. Perintahnya dalam Al Quran berbentuk lam lil isti’anah, yang artinya anjuran yang menyangatkan. Dan perintah ini bukan untuk semua kalangan ummat Islam tapi khusus  untuk suatu kelompok yang terorganisir secara baik atau suatu al jamaah yang sudah memahami al khair (kemurnian Islam). Tentu mereka ini orang yang mengambil kemurnian Dien ini dari dua sumber mata airnya, yaitu Al Quran dan Assunah yang shohih. Mereka ummat yang akrab dengan aktivitas tadabbur Al Quran dan sudah mengamalkannya dengan segenap kemampuaannya.
Jika bolah diilustrasikan tentang ummat terbaik ini, maka mereka itu ibarat sekelompok pasukan elite yang dikirim Allah untuk misi khusus yaitu menghalau perusuh yang ingin merusak kemurniaan Islam. Maka tentu tiap individu pasukan tadi harus sudah memiliki kredibilitas yang benar dan baik, terlatih, teruji lagi terpilih. Selain itu merekapun mampu mengenali karakter, ciri, dan sifat sang musuh, baik yang ada dalam dirinya (nafsu syaithoniyah) dan musuh diluar dirinya. Senjata mereka Al Quran dan Assunnah yang shohih.
Maka bagaimana mungkin jika kita yang hendak memerangi musuhnya Allah dan Rasulullah jika kita sendiri mungkin masih suka melecehkan Al Quran dan Sunnah RasulNya??. Dimanakan kita gantungkan harapan pertolongan dan keridhoaan jika Allah sendiri tak sudi dan meninggalkan kita akibat penghianatan kita terhadap kitabNya dan sunah rasulNya? Naudzubillah min dzalika.
Untuk itulah berikut ini coba kita ingat dan kenali kembali definisi dan jenis – jenis kesesatan dalam ummat ini, termasuk mungkin dalam diri kita pribadi, agar kita dapat menghindari dan bertaubat dengan sebenarnya.
Syirik adalah kesesatan yang  jauh
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا (١١٦)
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya (Annisa : 116)
Syirik atau menyekutukan Allah bukan hanya dengan  membuat patung lalu menyembahnya seperti orang kafir quraish dahulu, atau seperti orang hindu, budha atau nasrani yang gemar membuat patung manusia dan hewan untuk tempat mengadu. Termasuk syirik adalah menolak, membenci, atau memusuhi tegaknya syariat Dinul Islam yang sumbernya dari Al Quran dan sunnah. Termasuk menolak berhukum pada keduanya atau mencampurkannya dengan hukum atau undang – undang produk fikiran manusia.
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (١٣)
Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang Din apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah Din dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik Din yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada Din itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada Din-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (Assyura : 13)
Allah subhanahu ta’ala menyatakan bahwa “amat berat bagi orang – orang musyrik (terhadap syariat Dinullah) yang kamu serukan”. Maka kedudukan hukum bagi orang yang menolak Syariat Islam adalah musyrik.
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. ….(An Nisa : 116)
Hanya orang –orang musyrik yang benci kepada syariat Islam, namun jika ada orang yang mengaku muslim tapi gemar mencela, menghalangi, mencampur adukkan dengan adat dan hukum jahiliyah atau enggan dengan Syariat Islam maka sungguh dalam dadanya telah ada penyakit nifaq. Naudzubillah.
Bid’ah adalah kesesatan yang disukai iblis
Dari ‘Abdullah bin ‘Ukaim, bahwasanya ‘Umar rodhiyallahu ‘anhu berkata: "Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah perkataan Allah dan sesungguhnya sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, ketahuilah sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan ada di neraka." (Dikeluarkan oleh Ibnu Wadhdhah dalam Al-Bida’ hal.13 dan Al-Laalikaa`iy hadits ke 100 (1/84))
Berkata Sufyan Ats-Tsauriy: "Bid’ah itu lebih disukai oleh Iblis daripada kemaksiatan, pelaku maksiat masih ingin bertaubat dari kemaksiatannya (masih diharapkan untuk bertaubat), sedangkan pelaku bid’ah tidak ada keinginan untuk bertaubat dari kebid’ahannya (sulit diharapkan untuk bertaubat)." (Dikeluarkan oleh Al-Laalikaa`iy 1/133 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/26 dan Al-Baghawiy dalam Syarhussunnah 1/216)
Pelaku bid’ah -apalagi ahlul bid’ah- sulit untuk bertaubat dikarenakan ia mengira perbuatannya baik, dan dengan perbuatan bid’ahnya itu dia bermaksud untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Oleh karena itu pelaku bid’ah tidak pernah berfikir untuk bertaubat kepada Allah dari perbuatannya bahkan dengan kebid’ahannya tersebut ia mengharapkan pahala. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala (yang artinya): "Maka apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaannya itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaithan)?" (Faathir:8)
Berbeda dengan orang yang berbuat maksiat, ia merasa sedikit amalannya dan jelek perbuatannya, sehingga jika datang nasehat padanya segera ia akan bertaubat -bi`idznillaah-. Akan tetapi keduanya, pelaku bid’ah dan maksiat, apabila mau bertaubat, sesungguhnya Allah Maha Mengampuni dosa dan Menerima Taubat hamba-Nya dan memaafkan kejelekan-kejelekannya. Kita minta kepada Allah subhanahu wa ta’ala keselamatan, ‘afiyah, taufiq dan hidayah.
Arti Bid’ah
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelum Allah berfirman.
Badiiu’ as-samaawaati wal ardli
Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]
Artinya ialah Allah yg mengadakan tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah.
Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli
Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul”. [Al-Ahqaf : 9].
Maksudnya ialah : Aku bukanlah orang yg pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yg telah mendahuluiku.
"Bid’ah" (yaitu ungkapan dari "suatu jalan atau cara dalam Din yang diada-adakan (tanpa dalil) yang menyerupai syari’ah yang bertujuan dengan melakukannya adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala", lihat Mukhtashar Al-I’tisham hal.7, -pent.)
Peruntukan bid’ah itu ada dua bagian :
[1] Peruntukan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti ada penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalam penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai macam riset). Ini ialah mubah (diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) ialah mubah.  Sesuai dengan hadits Rasulullah : “Dalam perkara Addin maka kamu merujuk  padaku, namun dalam perkara duniawiyah (IPTEK) kamu lebih mengetahui (perkembangannya).
[2]  Peruntukan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukum haram, karena yang  ada dalam Dien itu ialah tauqifi (tdk bisa dirubah-rubah).  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yg mengadakan hal yang baru di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka peruntukan di tolak ”.
Jenis – Jenis Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
[1] Bid’ah qauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
[2] Bid’ah fil ibadah : Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :
[a]. Bid’ah yg berhubungan dgn pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasar dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti mengerjakan sholat yang tidak disyari’atkan (sholat tasbih, nisfu sya’ban), shiyam yang tidak disyari’atkan (puasa mutih), atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran (maulid nabi), peringatan kematian (yasinan pada hari ke 3, 7, 40, haul) dan lain sebagainya.
[b]. Bid’ah yg bentuk menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar, qunut hanya pada sholat subuh.
[c]. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifat tidak disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjama’ah dan suara yang keras, sedangkan Allah dalam surah al a’raf ayat 205 untuk berdo’a dengan dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara. Lalu termasuk do’a berjamaah, mengangkat tangan, dan diaminkan. Sedangkan rasul hanya mencontohkan do’a mengangkat tangan hanya pada 3 waktu, yaitu wukuf di arafah, saat berperang, dan saat sholat istisqho’ (minta hujan) tanpa diamini para sahabatnya Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
[d]. Bid’ah dengan bentuk mengkhususkan suatu ibadah pada hari tertentu yang tidak disyariatkan. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di syari’atkan, akan tetapi pengkhususan dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.
Demikian contoh – contoh kesesatan atau penyimpangan dalam tubuh ummat ini. Selayaknya tiap pribadi muslim mewaspadai dan menjauhinya serta bertaubat sungguh - sungguh kepada Allah jika pernah melakukannya. Apalah lagi bagi yang berkehendak memberantas kesesatan tentu lebih mengintropeksi diri apakah dalam aqidahnya, ibadahnya, dan perkataannya masih mengandung penyimpangan dari Al quran dan Assunnah?! Jangan sampai gayanya saja membenci dan memerangi kesesatan namun justru dirinya bergelimang dengan kesesatan. Naudzubillah, wallahu’alam bishowab. (rmd/31/11)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan